Bongkar bongkar!
Sidang Membuktikan diri publik , memakai Hukum tafsiran, Hukum Kebal untuk pejabat publik. tidak Untuk pembela HAM, apa lagi rakyat jelata yang melawan mempertahan hak- hak nya .
Proses persidangan kasus kriminalisasi Haris dan Fatiah yang di lakukan sudah berjalan sampai tahap persidangan penuntut umum.
Haris dan Fatia menyampaikan bukti fakta-fakta dengan hasil riset kajian ilmiah akademi di paparkan dalam persidangan sebagai bukti , dalam meja persidangan tengah mata , telinga, publik, hakim. namun tetapi palu Jaksa berpihak lain keluar dari subtansi persoalan yang di bicarakan bahas panjang oleh Haris & Fatiah terkait "ekonomi politik"
Upaya penyampaian fakta kebenaran di toki oleh Paul Jaksa. Senin,13 November 2023 pengadilan negeri Jakarta timur, Jaksa penuntut umum toki palu 🔨 sidang, dengan
Haris Hazard ancaman pidana 4 tahun merupakan ancaman maksimal dari Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 UU ITE
denda Rp.1.000.000 subsider pidana penjara 6 bulan.
Kedua Fatia Maulidiyanti dituntut 3 tahun, denda 500rb subsider 3 bulan pidana kurungan.
Tentu Mengancam demokrasi Indonesia
Ini membuka mata rakyat secara luas penuh dengan diskriminatif dan kriminalisasi Upaya pembungkaman dengan berbagai cara selama ini telah berimplikasi pada iklim ketakutan berekspresi di tengah-tengah masyarakat. Di ranah publik, masyarakat yang menyampaikan pendapat justru direpresi oleh aparat keamanan. Di sisi lain, kebebasan di ranah digital kita juga semakin terenggut dengan adanya produk hukum seperti halnya UU ITE.
Beberapa bukti, fakta kebenaran yang di sampaikan dalam proses persidangan berlangsung .
Fatia dan HarisMurni Perjuangkan Kepentingan Umum]
Dalam sidang ini Fatia, menunjukan potensi conflict of interest, indikasi terlibatnya pejabat tinggi terkait dengan kepentingan bisnis pertambangan di Intan Jaya, Papua. Keterlibatan beberapa Purnawirawan Jenderal tentu memberikan pengaruh terhadap lancarnya aktivitas pertambangan yang terjadi di Papua. Keberadaan Purnawirawan dalam beberapa kasus nyatanya dapat melakukan ‘back-up’ untuk beberapa kepentingan perusahaan seperti pengamanan dan perizinan. Berkali-kali Fatia juga menegaskan bahwa podcast yang menyebut nama Luhut Binsar Panjaitan bukan sebagai pribadi, melainkan karena kedudukannya sebagai pejabat publik.
dua aktivis HAM, Haris Azhar & Fatia Maulidianti, (21/08/2023) di PN Jakarta Timur, atas tuduhan pencemaran nama baik kepada Luhut Binsar Pandjaitan.
Sidang berlangsung dengan agenda pemeriksaan terdakwa. Pada sidang pemeriksaan ini, Haris banyak mengungkapkan praktik kekerasan yang dilakukan oleh aparatur negara di berbagai daerah di Papua. Ini menjadi tema besar pembicaraan Haris dan Fatia di video podcast yang berujung upaya kriminalisasi terhadap mereka.
Pada video yang menjadi upaya bukti pencemaran nama baik terhadap Luhut Binsar Pandjaitan, ungkap Haris, adalah upaya untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat luas, terutama orang-orang di Papua terkait permasalahan yang ada di sana. Tidak ada upaya untuk dirinya mencari keuntungan dari tayangan iklan di video tersebut.
Selanjutnya, Haris menjelaskan tiga pola situasi konflik yang terjadi di Papua: Pertama, konflik kekerasan kelompok bersenjata yang mengusung isu kemerdekaan Papua dengan aparatur negara; kedua, dari konflik kekerasan itu kemudian menimbulkan stigma dan diskriminasi terhadap masyarakat non-kelompok bersenjata sebagai separatis, ini berlaku tidak hanya masyarakat Papua yang tinggal di Papua, tapi di seluruh daerah di Indonesia; Ketiga, adanya praktik-praktik buruk perusahaan yang mengeksploitasi sumber daya alam Papua yang memiliki dampak buruk terhadap lingkungan dan masyarakat. Haris mengungkapkan situasi di Papua, dampak atas eksploitasi buruk itu paling banyak dirasakan anak-anak dan perempuan.
Sebagai kuasa hukum dari masyarakat adat Papua yang sedang berpolemik dengan Freeport, tidak ada unsur pencemaran nama baik seperti yang dituduhkan kepada Haris & Fatia. Lebih dari itu, video podcast yang dibuat merupakan upaya mereka menginformasikan kepada publik akan adanya dugaan pelanggaran HAM yang serius di tanah Papua.
Tetapi semua kebenaran Di Bungkam habis keputusan diskriminatif oleh Jaksa penuntut umum .
Perlu ketahui publik, seluruh rakyat,
Kasus kriminalisasi terhadap Fatia Maulidiyanti (Koordinator KontraS) dan Haris Azhar (Pendiri Lokataru) ini merupakan cerminan pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi hari ini. Dari pembacaan tuntutan hari ini, JPU telah mendiskreditkan ruang persidangan dengan mengabaikan kebenaran materiil yang ditemukan selama proses persidangan sebagai berikut:
1. Diskusi yang dilakukan FH dalam podcast membahas mengenai persoalan yang terjadi di Papua yang melibatkan pejabat publik. Tujuannya adalah untuk kepentingan publik dan bukan semata-mata untuk mendapatkan keuntungan langsung/kepentingan ekonomi, menambah penonton, subscriber atau mendompleng ketenaran seperti yang disampaikan JPU;
2. Saksi ahli Ronny juga menerangkan bahwa jika Fatia dan Haris memiliki bukti keterlibatan Luhut dalam pertambangan di Papua, maka tidak bisa dijerat dengan UU ITE. Ahli Ronny juga menerangkan bahwa hal yang disampaikan Fatia dan Haris yang mana berdasarkan kajian cepat merupakan bagian dari kepentingan publik/umum, sehingga tidak bisa dipidana.
3. Selain itu, pasal ini juga tidak berlaku jika pelapor merupakan pejabat publik. Adapun berdasarkan putusan MK No. 50/PUU-VI/2008 pun ditegaskan bahwa Pasal 27 ayat (3) dikecualikan jika berkaitan dengan kepentingan umum.
4. Dalam kesaksian Ahli Ronny, secara tegas menyebutkan bahwa tidak merupakan tindakan pencemaran baik, perbuatan penilaian, pendapat, dan evaluasi terhadap sesuatu berdasarkan SKB Pasal 27 ayat (3) huruf c.
5. Informasi yang disampaikan Fatia Haris dalam video youtube adalah kebenaran berdasarkan hasil kajian berbasis riset yang dilakukan oleh 9(sembilan) organisasi masyarakat sipil;
6. Made Supriatna, ahli pertahanan dan ekonomi-politik dari ISEAS-Yusof Ishak Institute menerangkan bahwa apa yang disampaikan Haris dan Fatia dalam podcast merupakan hal-hal yang juga telah diketahui. Pendanaan pengerahan aparat yang seharusnya dilakukan oleh APBN justru banyak dilakukan oleh pihak swasta yang tentu saja merupakan tindakan melanggar hukum. Hal ini pada akhirnya melanggengkan praktek bisnis-militer yang dimaksud FH.
.
Nicko sol
Kordinator mahasiswa .
#KitaBerhakKritisi
#TanahMilikRakyat
Post A Comment:
0 comments: